KONFLIK SOSIAL ANTAR UMAT MUSLIM DAN NON
MUSLIM
(KASUS PENDIRIAN RUMAH IBADAH DI
KABUPATEN ACEH SINGKIL)
OLEH
: WANHAR LINGGA
Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Peserta
Intermediate
Training (LKII)
Himpunan
Mahasiswa Islam Cabang Persiapan Kutacane
INTERMEDIATE TRAINING
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG BANDA ACEH
24
NOVEMBER - 03 DESEMBER 2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
kepada Allah
SWT
atas segala berkat dan karunia-Nya penulis dimampukan
untuk menyelesaikan
makalah ini
dengan tema “Peran Pemerintah Daerah
Untuk Mengatasi Konflik Sosial” disusun sebagai syarat untuk mengikuti
Latihan Kader II (LK II) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Persiapan Kuta
Cane tanggal 24 November - 03 Desember 2016.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan
makalah
ini. Akhir kata penulis berharap
semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat yang besar bagi
penulis, dan juga bagi semua pihak yang membutuhkan.
Billahittaufik wal hidayah
Wassalamu’alaikumm wr. wb
Banda
Aceh, 14 Shafar 1438 H
14
November 2016 M
Wanhar Lingga
DAFTAR ISI
BAB I
A. Latar Belakang
Konflik pada sebuah komunitas atu suatu
daerah adalah sesuatu yang natural. Ia adalah wajah lain dari realitas
masyarakat yang senantiasa menginginkan suatu keteraturan. Konflik dapat
terjadi pada lingkungan yang paling kecil yaitu personal sampai kepada lingkup
yang lebih luas.
Tipe konflik ini timbul dari
proses-proses yang tidak rasional dan emosional dari pihak-pihak yang merupakan
aktor-aktor penting didalamnya. Upaya untuk memecahkan konflik selalu timbul
selama berlangsungnya kehidupan suatu komunitas, namun terdapat
perbedaan-perbedaan di dalam sifat dan intensitas konflik pada berbagai tahap
perkembangan komunitas tersebut.
13 Oktober 2015 lalu terjadi konflik
antar umat beragama di Kabupaten Aceh Singkil, antara umat muslim dan non
muslim, Kabupaten yang termasuk Multi-etnis tersebut hidup masyrakat yang
begitu plural sehingga sangat mudah sekali terjadinya kasus-kasus konflik.
Konflik di kabupaten kelahiran Syeikh Abdurra’uf As-Singkily tersebut awalnya
di picu akibat pembangunan rumah ibadah yang illegal yang sudah melanggar
peraturan dan ketetapan yang sudah di atur.
Dalam hal seperti ini pemerintah daerah diharapkan
mampu untuk mengatasi usaha-usaha untuk menghindari perbedaan-perbedaan.Untuk
meredam konflik-konflik, tidak pernah berhasil dalam waktu yang lama.
Kesatupaduan di dalam perbedaan-perbedaan merupakan suatu nilai yang menghargai
perbedaan, yang menggunakan perbedaan-perbedaan tersebut untuk memperkuat
kelompok.
B.
Rumusan
Masalah
Sesuai dengan latar belakng diatas yang telah dikemukakan penulis merumuskan beberapa masalah pada makalah
ini yaitu:
1.
Apa definisi dari konflik sosial?
2.
Apa saja jenis-jenis konflik sosial?
3.
Bagaimana dampak konflik sosial dalam
masyarakat Singkil?
4.
Apa saja hal yang dapat dilakukan
pemerintah daerah dalam mengatasi konflik sosial ?
C.
Tujuan Penulisan
Untuk
lebih memudahkan pembuatan makalah ini penulis menentukan beberapa tujuan dari
penulisan makalah ini sebagai
berikut :
1.
Menggambarkan
bagaimana konflik sosial tersebut
2.
Mengetahui apa saja jenis-jenis konflik
sosial tersebut
3.
Menggambarkan bagaimana dampak konflik
sosial dalam masyarakat Singkil?
4.
Mengetahui apa peran pemerintah daerah
dalam mengatasi berbagai konflik sosial yang terjadi
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari
isi penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi
penulis
makalah
ini sebagai salah
satu persyaratan
untuk
dapat
mengikuti Latihan Kader II (LK
II)Himpunan Mahasiswa Islam.
2.
Makalah ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan akan peran pemerintah daerah untuk mengatasi konflik
sosial
3.
Hasil
penulisan makalah ini dapat digunakan
sebagai acuan untuk
kader HMI dan masyarakat untuk mengetahui berbagai masalah konflik sosial
E. Metode Penulisan
Metode
penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian
makalah ini adalah metode deskriptif yang bersifat studi literatur yang
dilakukan untuk mendukung jalannya penulisan mulai dari awal hingga penyusunan akhir makalah ini. Selain itu studi literatur dilaksanakan
guna mendapatkan dasar
teori yang kuat berkaitan
dengan
makalah
ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang mempunyai relevan dengan bahasan dalam makalah
ini, serta masukan dari
senior dan kawan-kawan seperjuangan di
HMI.
A. Konflik Sosial
Defenisi
konflik dari kata confilgere,conflictum
(saling berbenturan) ialah semua bentuk benturan,tabrakan,ketidak- sesuaian, ketidakserasian,
pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi yang antagonistis
bertentangan.Kata konflik ini mengandung banyak pengertian.
Ada
pengertian yang negatif, ada pula pengertian yang positif dan netral. Dalam pengertian
negatif, konflik dikatikan dengan sifat-sifat animalistik, kebuasan, kekerasan,
barbarisme, destruksi/pengrusakan, penghancuran, irrasioanlisme, tanpa kontrol
emosional, huru-hara, pemogokan, perang, dan seterusnya.
Dalam pengertian
positif, konflik dihubungkan dengan peristiwa: petualangan, hal-hal baru,
inovasi, pembersihan, penmurnian, pembaharuan, penerangan batin, kreasi,
pertumbuhan, perkembangan, rasionalitas yang dialektis, mawas diri, perubahan,
dan seterusnya.
Sedang dalam pengertian
yang netral, konflik diartikan sebagai akibat biasa dari keanekaragaman
individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda, dan tujuan hidup yang tidak
sama pula.[1]
B. Jenis-Jenis
Konflik
Sebagaimana
diungkapkan di depan, bahwa munculnya konflik dikarenakan adanya perbedaan dan
keragaman. Melihat dari pernyataan tersebut, Indonesia adalah salah satu negara
yang berpotensi untuk terjadinya konflik. Lihat saja berita-berita di media
massa, berbagai konflik terjadi di Indonesia baik konflik horizontal maupun
vertikal.
Konflik
horizontal menunjuk pada konflik yang berkembang di antara anggota masyarakat.
Yang termasuk dalam konflik horizontal adalah konflik yang bernuansa suku,
agama, ras, dan antargolongan seperti yang terjadi 13 oktober 2015 lalu di Kabupaten Aceh
Singkil terjadi konflik pembakaran di salah satu gereja di Aceh Singkil .
Sedangkan konflik vertikal adalah konflik yang terjadi antara masyarakat dengan
negara.
Umumnya
konflik ini terjadi karena ketidakpuasan akan cara kerja pemerintah. Seperti
konflik dengan para buruh, konflik Aceh, serta daerah-daerah yang muncul
gerakan separatisme. Namun, dalam kenyataannya ditemukan banyak konflik dengan
bentuk dan jenis yang beragam. Ada beberapa jenis konflik berdasarkan sudut
tinjau yang digunakannya. Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik
yaitu :
1.
Konflik konstruktif adalah konflik yang
memiliki sifat untuk membangun suatu komunitas atau sosial masyrakat
2.
Konflik destruktif adalah konflik yang
mempunyai nilai negatif bagi suatu kelompok.
Jenis
konflik lainnya adalah ditinjau dari segi instansionalnya, ada tiga jenis
konflik yaitu :
a)
Konflik kebutuhan individu dengan
peranan dalam organisasi,
b)
Konflik perananan dengan peranan, dan
c)
Konflik individu dengan individu lain.
Tiap individu memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi , sehingga sering
berbenturan dengan peranan yang harus dijalankan dalam organisasi atau
berbenturan dengan kebutuhan individu lain yang berbeda denganya.[2]
Soerjono
Soekanto (1989:90) menemukan banyak
konflik dengan bentuk dan jenis yang beragam. berusaha mengklasifikasikan
bentuk dan jenis-jenis konflik tersebut. Menurutnya, konflik mempunyai beberapa
bentuk khusus, yaitu:
a. Konflik Pribadi
Konflik
terjadi dalam diri seseorang terhadap orang lain. Umumnya konflik pribadi
diawali perasaan tidak suka terhadap orang lain, yang pada akhirnya melahirkan
perasaan benci yang mendalam. Perasaan ini mendorong tersebut untuk memaki,
menghina, bahkan memusnahkan pihak lawan. Pada dasarnya konflik pribadi sering
terjadi dalam masyarakat.
b. Konflik Rasial
Konfilk
rasial umumnya terjadi di suatu negara yang memiliki keragaman suku dan ras.
Lantas, apa yang dimaksud dengan ras? Ras merupakan pengelompokan manusia
berdasarkan ciri-ciri biologisnya, seperti bentuk muka, bentuk hidung, warna
kulit, dan warna rambut.
c. Konflik Antar
kelas Sosial
Terjadinya
kelas-kelas di masyarakat karena adanya sesuatu yang dihargai, seperti
kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Kesemua itu menjadi dasar penempatan
seseorang dalam kelas-kelas sosial, yaitu kelas sosial atas, menengah, dan
bawah. Seseorang yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar menempati
posisi atas, sedangkan orang yang tidak memiliki kekayaan dan kekuasaan berada
pada posisi bawah. Dari setiap kelas mengandung hak dan kewajiban serta
kepentingan yang berbeda-beda. Jika perbedaan ini tidak dapat terjembatani,
maka situasi kondisi tersebut mampu memicu munculnya konflik rasial.
C. Sebab-Sebab
Konflik
Konflik
dapat timbul karena berbagai sebab. Para sarjana telah mencoba membangun teori
tentang sebab-sebab terjadinya konflik. Paling tidak terdapat beberapa teori
tentang konflik, yaitu teori hubungan masyarakat, teori negosisasi prinsip,
teori identitas, teori kesalahpahaman, teori transformasi, dan teori kebutuhan
manusia. Masing –masing teori ini tidak perlu diperdebatkan karena satu sama
lain saling melengkapi dan berguna dalam menjelaskan berbagai fenomena konflik
yang terjadi didalam masyarakat kita [3]
Potensi
konflik terjadi manakala konflik antar manusia. Sebagai individu yang
terorganisasi dalam kelompok, individu ingin mencari jalan untuk memenuhi
tujuannya. Peluang untuk memenuhi tujuan itu hanya melalui pilihan bersaing
secara sehat untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan, atau terpaksa terlibat
dalam konflik dengan pihak lain.[4]
Sama
halnya yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia hampir setiap tahun,bahkan
setiap bulan ada terjadi konflik antar masyrakat ini membuktikan bahwa masih
minimnya peran pemerintah daerah untuk mengatasi berbagi jenis konflik. Sama halnya seperti apa yang terjadi di
Singkil konflik antar umat beragama, konflik tersebut di picu akibat
pembangunan gereja yang illegal padahal dalam Berikut berbagai sebab-sebab
terjadinya konflik :
1.
Perbedaan Antarperorangan (Individu)
Perbedaan
antar individu adalah konflik antar dua individu. Setiap orang mempunyai empat
kebutuhan dasar psikologis yang mana bisa mencetuskan konflik bila mana tidak
terpenuhi keempat kebutuhan dasar ini antara lain adalah :
a)
Keinginan untuk dihargai diperlakukan sebagai manusia,
b)
Keinginan memegang kendali,
c)
Keinginan memiliki harga diri,
d)
Keinginan untuk konsisten. [5]
Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat
menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik sosial, sebab dalam menjalani
sebuah pola interaksi sosial, tidak mungkin seseorang akan selalu sejalan
dengan individu yang lain. Misalnya dalam suatu diskusi kelas, kamu bersama
kelompokmu kebetulan sebagai penyaji makalah. Pada satu kesempatan, ada temanmu
yang mencoba untuk mengacaukan jalannya diskusi dengan menanyakan hal-hal yang
sebetulnya tidak perlu dibahas dalam diskusi tersebut.
2.
Perbedaan Kebudayaan
Berbicara
masalah kebudayaan ini sebenanrnya hal yang sangat rentan akan terjadinya
konflik, Indonesia sebagai negeri yang multikultural, yang kaya dengan budaya, suku,
ras dan kepercayaan agama, tentu sangat berpotensi besar terjadinya konflik,
baik internal maupun eksternal. Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas
penduduk Indonesia, memiliki cara pandang sendiri dalam menyikapi berbagai
konflik yang terjadi.Kebudayaan memengaruhi pola pemikiran dan tingkah laku
perseorangan dalam kelompok kebudayaan yang bersangkutan. Selain perbedaan
dalam tataran individual, kebudayaan dalam masing-masing kelompok juga tidak
sama.
Setiap
individu dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkungan
kelompok masyarakat yang samapun tidak menutup kemungkinan akan terjadi
perbedaan kebudayaan, karena kebudayaan lingkungan keluarga yang membesarkannya
tidak sama. Yang jelas, dalam tataran kebudayaan ini akan terjadi perbedaan
nilai dan norma yang ada dalam lingkungan masyarakat. Ukuran yang dipakai oleh
satu kelompok atau masyarakat tidak akan sama dengan yang dipakai oleh kelompok
atau masyarakat lain.
Apabila
tidak terdapat rasa saling pengertian dan menghormati perbedaan tersebut, tidak
menutup kemungkinan faktor ini akan menimbulkan terjadinya konflik sosial.
3.
Perubahan Sosial yang Terlalu Cepat di dalam
Masyarakat
Perubahan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya disorganisasi dan perbedaan pendirian
mengenai reorganisasi dari sistem nilai yang baru. Perubahan-perubahan yang
terjadi secara cepat dan mendadak akan membuat keguncangan proses-proses sosial
di dalam masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk
perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah
ada.
Sebenarnya
perubahan adalah sesuatu yang wajar terjadi, namun jika terjadinya secara cepat
akan menyebabkan gejolak sosial, karena adanya ketidaksiapan dan keterkejutan
masyarakat, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya konflik sosial.
D.
Dampak Konflik Sosial Pada Masyarakat
Karl
Max melihat masyrakat manusia sebagai proses perkembangan yang akan menyudahi
konflik melalui konflik. Ia mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan
menjadi hasil akhir sejarah perang dan revolusi kekerasan[6]
Berbagai
konflik sosial sangat banyak terjadi di negara Indonesia ini, khususnya di
Singkil konflik antar umat beragama antara muslim dan non muslim pemicunya
adalah didirikan beberapa gereja yang illegal sehingga mengundang kegelisahan
umat muslim di Singkil. Berkaca dari itu sungguh banyak dampak yang bisa kita
ambil dari konflik tersebut ada hal yang positif dan juga hal yang negatif
yaitu :
1.
Dampak Positif Konflik Sosial
a)
Motivasi meningkat
b)
Identifikasi masalah meningkat
c)
Ikatan kelompok lebih erat
d)
Keterampilan meningkat
e)
Membantu upaya mencapai tujuan
f)
Mendorong pertumbuhan
Semua
manfaat ini tidak akan terwujud, jika konflik dibiarkan saja atau dicoba atasi
dengan cara-cara yang tidak tepat.
1.
Dampak Negatif Konflik Sosial
a)
Produktivitas menurun
b)
Kepercayaan merosot
c)
Pembentukan kubu-kubu
d)
Informasi dirahasiakan dan arus
komunikasi berkurang
e)
Timbul masalah moral
f)
Waktu terbuang sia sia
g)
Proses pengambilan keputusan tertunda
Jelas kita
sadari bahwa kemampuan suatu pemerintah daerah untuk mengatasi masalah konflik
sangatlah penting.[7]
Sementara jika
kita tinjau dari segi agama islam, islam sudah jauh terlebih dahulu menjelaskan
bagaimana dampak konflik antar sesama manusia. Konflik di antara mereka,
disebutkan juga bahwa konflik akan menjadi sumber kelemahan dan akan
menghilangkan kewibawaan dan keberanian mereka.[8]
E.
Peran Pemerintah Daerah Mengatasi Konflik
Apa
orientasi dan bagaimana peran pemerintah daerah terhadap penyelesaian konflik sosial?
Pasca terjadinya konflik tentu langkah-langkah bijak pemerintah menjadi
kewajiban, sebagai pengambil pemerintah sudah seharusnya mempriotaskan
kejadian-kejadian konflik yang terjadi di daerah, Penulis mengambil contoh
konflik sosial yang terjadi di Provinsi Aceh tepatnya di Kabupaten Aceh
Singkil. Pada tanggal 13 oktober 2015 lalu terjadi konflik antar umat beragama,
antara umat muslim dengan umat non muslim, dipicu konflik akibat pendirian
bangunan gereja yang dilanggar oleh masyrakat non muslim di Kabupaten Aceh
Singkil. Kejadian tersebut sempat menelan korban jiwa, lalu bagaimnakah
seharusnya pemerintah daerah mengatasi konflik sosial tersebut?
Jika
kita cermati ini mejadi media pembelajaran yang penting. Karena konflik berada
di tempat yang sangat rentan dan rawan, apabila diusik oleh gangguan-gangguna
tertentu maka secara mudah akan kembai pecah. Langkah-langkah tersebut adalah
pembuat keputusan yang harus menampung aspirasi dari multi etnik, pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum yang tegas, dan kepedulian
untuk terjun langsung menyelesaikan masalah pada akarnya. Sehingga
tindakan-tindakan yang ditempuh bukan penyelesaian masalah permukaan saja namun
penyelesaian masalah pada akarnya.
Banyak
upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Berikut ini disajikan
sebuah tipologi untuk yang konsisten
dalam mengelola pentelesaian konflik. Istilah-istilah berikut menunjukkan
berbagai pendekatan untuk menangani konflik, yang kadang juga dipandang sebagai
tahap-tahap dalam suatu proses. [9]
a.
Mengelola Konflik
·
Pencegahan
konflik,
bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
·
Penyelesaian
konflik,
bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetujuan
perdamaian
·
Pengelolaan
konflik,
bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan
perilkau yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat
·
Resolusi
konflik,
menanganisebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang isa
tahan lama antara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
·
Transformasi
konflik,
mengatasi sumber sumber konflik sosial yang lebih luas dan berusaha mengubah
kekuatan negatif konflik menjadi kekuatan konflik sosial yang positif.
Cara-cara
tersebut hendaknya bisa di terapkan dalam peran pemerintah daerah untuk
mengatasi konflik sosial, setidaknya bisa menimalisir terjadinya konflik sosial
terhadap masyrakat, seperti halnya yang terjadi pada struktur masyrakat di
barat, dalam struktur sosial islam, konflik merupakan sesuatu yang niscaya.
Oleh
karena islam adalah seperangkat kredo yang diyakini oleh pemeluk agama islam
sebagai agama yang telah sempurna, maka dalam pengaturan tata serta konflik
sosial, islam mempunyai suatu formulasi sendiri.[10]
b.
Strategi Resolusi Konflik
Strategi
resolusi konflik umumnya, termasuk untuk penyelesaian konflik daerah, pada
prinsipnya menghindari cara-cara kekerasan, karena untuk penyelesaian konflik
yang tutas memang justru harus diupayakan terjadinya suatu transformasi konflik
dari bentuk resolusi konflik yang bersifat keras/perang (perdamaian negatif)
kearah perdamaian positif.[11]
F.
Pemerintah Daerah Wajib Atasi Konflik Dalam Masyrakat
Dalam berbagai
kesempatan Presiden terus menerus memberikan arahan terkait penyelesaian
masalah keamanan, namun persoalan tetap meningkat sehingga Presiden
mengeluarkan Inpres No. 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam
Negeri pada bulan Januari 2013 lalu. Presiden menginstruksikan untuk
meningkatkan efektifitas penanganan gangguan keamanan di seluruh tanah air.
Selain Polri, TNI dan jajaran lain, peran pemerintah daerah sangat diperlukan
dalam menjaga keamanan di negeri ini maka atas dasar hal tersebut peran
Gubernur, Bupati/Walikota juga sangat besar dalam menjaga dan memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat
Dengan dikeluarkannya
Inpres tersebut, tidak boleh ada lagi keragu-raguan bertindak, keterlambatan
bertindak, keterlambatan mengatasinya dan tidak mampu mencegah sesuatu yang
dapat dicegah, serta tidak boleh lagi menangani konflik komunal, kekerasan dan
terorisme secara tidak tuntas, sebagaimana ditegaskan oleh Dirjen Kesbangpol
Kemendagri A. Tanribali, pada Rakornas Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM)
baru-baru ini di Jakarta.
Berdasarkan Inpres No.
2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan tersebut ditegaskan peran
para Gubernur, Bupati, Walikota sebagai ketua tim terpadu ditingkat daerah.
Yaitu :
(1) Menyusun rencana
aksi terpadu nasional,
(2) Mengkordinasikan
pelaksanaan peningkatan efektifitas penanganan gangguan keamanan didaerahnya ;
(3) Segera memberikan
penjelasan kepada publik mengenai terjadinya gangguan keamanan didaerahnya
sebagai akibat konflik sosial dan terorisme serta perkembangan penanganannya,
dan
(4) Melaporkan
pelaksanaannya kepada Menteri Kordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan [12]
BAB III
PENITUP
A. Kesimpulan
Konflik Sosial adalah Pertentangan antar
anggota atau antar kelompok dalam masyarakat yang sifatnya menyeluruh, yang di
sebabkan oleh adanya beberapa perbedaan. Diantaranya ; Individu, Pola Budaya, Status
Sosial, kepentingan dan terjadinya perubahan sosial. Didalam bermasyarakat
pasti akan ada yang namanya konfik karena ketidak samaan pemikiran individualism
yang satu dengan individualisme yang lain,tapi dari ketidak samaan tersebut
passti ada penyebabya.
Konflik atau perselisihan maupun gesekan antara
komunitas, suku, dan yang lainya, sebenarnya dapat dihindari jika kita semua
sebagai warga negara yang baik mau ikut menjaga ketertiban dan keamanan negara
kita dan menghindari yang namanya perpecahan, perang saudara. Pada saat sekarang ini sangat banyak sekali kita temui konflik
sosial yang terjadi dalam masyrakat,dalam hal ini pemerintah daerah dituntut untuk peka dalam
upaya mengatasi terjadinya konflik tersebut, sebenarnya bukan hanya tugas
pemerintah daerah untuk mengatasi konflik yang terjadi di dalam masyrakat kedukan seorang
kader HMI yang juga
berperan sebagai agen perubahan dalam masyarakat harus
juga ambil peran dalam mengatasi hal- hal yang terjadi dalam masyrakat
sebagaiman tujuan HMI mewujudkan masyrakat adil makmur yang di ridhai Allah
SWT.
B. Saran
Melihat
banyaknya masalah konflik yang selalu terjadi di daerah pemerintah daerah harus
ambil andil HMI sebagai organisasi perjuangan harus tetap memperjuangkan harkat dan martabat bangsa
dan
jangan hanya
berorientasi kepada
kepentingan personal tapi harus kepentingan umat. HMI harus
kembali merefleksikan makna
dan alasan
dibalik pendirian HMI
di masa lalu dan
semangat perjuangan
murni untuk umat.
HMI harus
mampu
menerapkan
ajaran islam dengan sebaik-baiknya,
menjadikan setiap kader HMI harus mampu mejadikan kader-kadernya selalu mengedepankan kepentingan golongan
terutama masyarakat di atas
segala
kepentingan pribadi yang bersifat
sesaat.
Seorang
kader HMI
haruslah berusaha senantiasa meningkatkan kemampuannya
khusunya kesadaran
dan
rasa
tanggap akan kondisi
sosial masyarakat, harus peka dengan berbagai kondisi yang terjadi
pada negara ini dang dituntut bisa meningkatkan
kematangan berfikir, meningkatkan sikap intelektualitas dan menjadi tauladan yang baik untuk lingkungannya
.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
1. Abdul Rachman Patji, M. N. (2004). Negara
dan Masyrakat dalam konflik Aceh. Jakarta: LIPI, Widya Graha.
2. Alo Liliweri, M.
(2005). Prasangka dan Konflik Komunikasi Lintas Budaya Masyrakat
Mutikultural. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
3. B.Jauhari, I.
(2012). Teori Sosial Proses Islamisasi dalam Sistem Ilmu Pengetahuan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
4. Campbel, T. (1994). Tujuh
Teori Sosial Sketsa,Penilaiian Perbandingan. yogyakarta: Kanisius.
5. Kartono, D. (1983). Pemimpin
dan Kepemimpinan. Bandung: PT. Raja Grafindo Persada.
6. Pickering, P.
(2000). How To Manage Conflict Kiat menangani Konflik. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
7. Soetopo, H. (2010). Perilaku
Organisasi Teori dan Praktik Di Bidang Pendidikan. Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA.
8. Sukma Arida, K. S. (2004). Mengelola
Konflik Batas Wilayah Panduan Penyelesaian Konflik dan Pembuatan Peta Desa Bagi
Prajuru Adat. Bali: Uluangkep Press.
9. Takdir Rahmadi, S.
(2010). Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
10. QS. Al-Anfal : 46 Dampak Konflik
Sesama Manusia
B. SUMBER WEB/INTERNET
1. Kemendagri, B. D.
(2013, Januari Rabu). Pemerintah Daerah Wajib Redam Potensi Konflik Dalam
Masyarakat - Artikel - Kementrian Dalam Negeri - Republik Indonesia.
Dipetik Nopember 17, 2016, dari Kementrian Dalam Negeri:
http://www.kemendagri.go.id/article/2013/09/18/pemerintah-daerah-wajib-redam-potensi-konflik-dalam-masyarakat
Curiculum Vitae
A. DATA DIRI
|
:
|
|
NAMA PANGGILAN
|
:
|
|
TEMPAT,
TANGGAL LAHIR
|
:
|
|
ALAMAT
|
:
|
|
|
:
|
|
No. Telepon/HP
|
:
|
|
E-mail
|
:
|
B. RIWAYAT
PENDIDIKAN
· FORMAL
JENJANG
|
NAMA LEMBAGA
|
TEMPAT
|
LULUS
|
SD / MI
|
|
|
|
SMP / SLTP
|
|
|
|
SMA / MA
|
|
| |
S1
|
|
|
|
· NON-FORMAL
NAMA LEMBAGA
|
TEMPAT
|
LULUS
|
|
|
C.
Riwayat Organisai
· INTERNAL HMI
NAMA LEMBAGA
|
JABATAN
|
PERIODE
|
|
| |
|
|
· EKSTERNAL HMI
NAMA LEMBAGA
|
JABATAN
|
PERIODE
|
|
| |
|
|
|
|
D. Riwayat Pelatihan
Internal HMI (Kelas Menulis Panteu Ampuh Devayan tahun 2015 )
Eksternal
HMI (-)
Motto Hidup
: Hidup Bagaikan Gincu Dan Garam
[1]
Kartono, D. (1983). Pemimpin dan Kepemimpinan.
Bandung: PT. Raja Grafindo Persada.
[2]
Soetopo, H. (2010). Perilaku Organisasi Teori dan Praktik
Di Bidang Pendidikan. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
[3]
Takdir Rahmadi, S. (2010). Mediasi Penyelesaian Sengketa
Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
[4]
Prof.Dr.Alo Liliweri, M. (2005). Prasangka dan Konflik
Komunikasi Lintas Budaya Masyrakat Mutikultural. Yogyakarta: LKiS
Yogyakarta.
[5]
Pickering, P. (2000). How To Manage Conflict Kiat
menangani Konflik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
[6]
Campbel, T. (1994). Tujuh Teori Sosial Sketsa,Penilaiian
Perbandingan. yogyakarta: Kanisius.
[7]
Pickering, P. (2000). How To Manage Conflict Kiat menangani
Konflik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
[9]
Sukma Arida, K. S. (2004). Mengelola
Konflik Batas Wilayah Panduan Penyelesaian Konflik dan Pembuatan Peta Desa Bagi
Prajuru Adat. Bali: Uluangkep Press.
[10]
B.Jauhari, I. (2012). Teori Sosial Proses Islamisasi dalam
Sistem Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdul Rachman Patji, M. N. (2004). Negara dan Masyrakat dalam konflik
Aceh. Jakarta: LIPI, Widya Graha.
[12] Kemendagri, B. D. (2013, Januari
Rabu). Pemerintah Daerah Wajib Redam Potensi Konflik Dalam Masyarakat -
Artikel - Kementrian Dalam Negeri - Republik Indonesia. Dipetik Nopember
17, 2016,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar